Minggu, 19 Agustus 2007

Kenal Pantomim Berkat Kuburan Dibongkar


Yogyakarta - Berbicara pantomim tak bisa lepas dari nama Jemek Supardi. Betapa tidak, hingga saat ini telah 27 tahun ia menggeluti dan mengabdikan hidupnya dalam dunia pantomim yang diakuinya kurang populer dibandingkan dengan dunia seni lainnya.

“Apa boleh buat. Ini sudah menjadi pilihan saya. Tak mungkin saya berpaling ke seni yang lain. Selain usia saya sudah tua, saya juga melihat dunia pantomim ini cocok dengan saya,” kata Jemek, lelaki kelahiran Yogya, 14 Maret 1953.
Pilihannya menjadi seniman dalam seni pantomim ini, menurut Jemek--lelaki yang berkepala plontos--bukannya tanpa dasar. Memang, pada awalnya ia sebagaimana teman-temannya yang lain bermain teater dan bergabung di Teater Alam pimpinan Azwar AN.

“Tapi karena kemampuan saya dalam memahami serta menghafal naskah kurang dan tak mau mengganggu teman main saya, ya saya putuskan menggeluti seni pantomim,” ujar Jemek kepada SH, di rumahnya yang terletak di Jl Brigjen Katamso, Yogyakarta, sederetan dengan toko penjual peti mati.

Nyatanya, pilihan Jemek tak salah. Dan ini dibuktikan dengan seringnya ia pentas, baik di dalam Kota Yogya maupun di luar kota, seperti Surabaya ataupun Jakarta. Tak hanya di panggung formal, tapi juga dilakukan di jalanan maupun di dalam kereta api. Bahkan ia sempat pula bermain di hadapan jenazah Ibunda Romo Sindhunata di Malang pada tahun 2005.

“Saya berusaha agar bisa pentas, minimal sekali dalam setahunnya. Ini untuk menjaga eksistensi saya sehingga proses kreatif saya tak berhenti di samping memopulerkan pantomim,” tegas Jemek, bapak dari seorang anak ini.

Sebagai seniman yang matang dalam dunia pantomim, Jemek sudah banyak melahirkan karya, antara lain Halusinasi Seorang Pelukis (1986), Jakarta-Jakarta (1981), Kesaksian (1997), maupun Dokter Bedah (1981). Dalam karyanya, Dokter Bedah, Jemek menyindir kecerobohan seorang dokter yang meninggalkan berbagai benda di dalam perut pasiennya.

Jemek memang berkepentingan untuk menjaga seni pantomim tetap eksis. Pasalnya, saat ini sudah sangat jarang orang yang mau menggelutinya. “Bisa dibilang regenerasinya sulit. Kalau ada lomba memang selalu ada pesertanya. Tapi setelah lomba usai, pemenangnya ya sudah, tak lagi mau terjun. Ketertarikannya hanya sebatas ikut lomba saja,” ujar Jemek yang mengaku mantan seorang “bajingan”.

Panggilan dan Pengaruh Lingkungan
Menyadari semakin tak populernya seni pantomim, toh Jemek tak mau gusar dan mencoba memaksa para pemenang lomba pantomim terus terjun ke dunia seni ini. “Karena ini pilihan dan mungkin dipandang kalah menarik dibanding dengan seni-seni yang lainnya,” tuturnya lagi.

Terjun ke dunia seni, dalam pandangan Jemek, memang suatu panggilan sekaligus keterpengaruhan lingkungan. Ia lantas mengisahkan dirinya sendiri. Sebelum menggeluti dunia seni, ia sebagai pemuda yang berandalan, suka berkelahi dan lain sebagainya. Karena suka keluyuran malam, dirinya dipanggil Supardi Kampret.
Namun keadaan menjadi berbalik arah. Hal ini diawali ketika kuburan Kerkop yang berada di dekat rumahnya dibongkar dan dijadikan sebagai Taman Hiburan Rakyat (THR), sekarang namanya Pura Wisata. Di lahan yang beralih fungsi inilah sering dipentaskan berbagai kesenian, utamanya Ketoprak dan Wayang Orang. “Di sinilah saya lantas mengenal dunia seni. Kontan saja saya yang dulunya orang tak berbudaya menjadi mengenal budaya yang begitu santun terhadap orang lain,” tutur Jemek yang mempunyai istri seorang pelukis.

Kenalannya dengan dunia seni juga ditopang dengan banyaknya anggota Bengkel Teater yang kos di sekitar THR, seperti Adi Kurdi. “Ketika mereka mau latihan ke Bengkel Teater, saya sering ikut. Di sana saya hanya melihat dan mencoba memahami kesenian,” kata Jemek yang sering telanjang dada ini.

Dan dari sekadar “mengintip” inilah ia mencoba memasuki dunia teater dengan bergabung pada teater Alam pimpinan Azwar AN. Di situlah ia lantas mendalami dunia pantomim dan kemudian dipanggil Jemek Supardi. “Saya dipanggil Jemek karena saya kalau pantomim selalu guling-guling di tempat yang basah,” tuturnya. Jadilah ia bernama Jemek Supardi hingga saat ini.(*) Yuyuk Sugarman, SP

Tidak ada komentar: