DARI sedikit seniman, anak negeri yang mengabdikan kesenimannya pada dunia pantomim adalah Jemek Supardi dari Yogyakarta. Pergulatan sekaligus pilihan hidupnya pun tercurah pada proses kreatif, teristimewa pada seni pantomim.
"Bisa saya cuma pantomim. Saya harus setia menjaganya dengan cara terus berpentas. Kapan saja, di mana saja, siapa saja," tuturnya. Walaupun usianya sudah mencapai 50 tahun, dia masih piawai merangkai kekonyolan-kekonyolan imaji-kreatifnya melalui repertoarnya berjudul Dokter Bedah.
Sebagai sosok seniman yang memilih dunia pantomim sebagai ruang berproses kreatif, Jemek telah menunjukkan konsistensinya. Setidaknya ia telah mengarungi pergulatan cukup panjang atas dunia pantomim, sejak tahun 1980-an hingga sekarang ini.
Tatkala Jemek Supardi dengan didampingi Asita mengusung repertoarnya, hari Jumat (29/5) malam, di Gedung Utama Balai Pemuda Surabaya, penonton pun sungguh terhibur dengan kenakalannya.
Rangkaian kekonyolan baru mencapai tataran yang sungguh-sungguh konyol, ketika dokter bedah (Asita) sedang mengoperasi pasiennya (Jemek Supardi). Dan, penonton pun dibuat terpingkal-pingkal atas ulah sang dokter yang hendak membedah perut pasiennya dengan gergaji.
Sebuah imaji-kreatif pun terbangun ketika telepon seluler (ponsel) sang dokter itu tertinggal di dalam perut sang pasien, karena kecerobohannya, sehabis bertelepon-ria sembarangan menaruh ponselnya ke dalam perut pasiennya.
Seusai operasi, si pasien itu pun keluar ruang praktik dokter bedah dengan penuh sukacita, karena merasa lebih segar dan sehat. Senyum kegembiraan itu terpancar dari mimiknya, sesekali ia pun mengekspresikannya dengan gerak-gerakan joging.
Dan, ketika suara dering ponsel itu terdengar, si dokter bedah itu pun kebingungan mencari ponsel miliknya. Sebaliknya, si pasien terkejut-kejut saat dering telepon seluler itu justru terdengar nyaring dari dalam perutnya.
Senyum kegembiraan pun berubah getir, kecut, dan pahit. Lalu, si pasien itu pun mendatangi kembali si dokter bedah dan operasi kedua pun dilakukannya, lagi-lagi kekonyolan itu pun mengguncang penonton.
Denting jam beker tiba-tiba berbunyi bersamaan dengan tangan dokter yang merogoh isi perut pasien, dan penonton pun terbahak-bahak ketika sang dokter menemukan jam beker dari dalam perut pasiennya. Tak berhenti pada kekonyolan itu, si dokter bedah itu pun mendapati dinamit di dalam perut.
Kekonyolan ini berlanjut ketika dokter bedah itu menjahit perut pasiennya tidak dengan benang, melainkan stapless. Gelak tawa penonton pun tak terbendung setiap menyaksikan kekonyolan yang satu ke kekonyolan yang lain.
Puncak imaji-kreatif itu terbangun penuh makna ketika dokter bedah itu mengganti alat kelamin pasiennya dengan alat kelamin anjing.
Ketika si pasien buang air kecil, suara anjing pun muncul. Lagi-lagi penonton pun terpingkal-pingkal menyaksikan kekonyolan itu. "Kekonyolan dengan dagelan itu lain," kata Jemek Supardi. (TIF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar