Rabu, 11 Juli 2007

Kekonyolan dan Dagelan itu Beda'



Sukses teater Sena Didi Mime (SDM) pimpinan aktor Didi Petet yang menggelar pementasan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) pada 23-24 April 2004, menggambarkan pantomim masih diminati publik. Belum banyak, memang, seniman yang mendalaminya. Dari sekian banyak pementasan pantomim yang diadakan hanya sedikit nama yang tercatat menekuni seni ini secara konsisten. Makanya, seniman pantomin juga tergolong sedikit. Nama-nama tenar selain Didi Petet, adalah Yuyu Aw Unru, Septian Dwi Cahyo dan Muhiyanto serta Jemek Supardi.
Dari sedikit seniman pantomim tersebut, yang mengabdikan kesenimannya secara serius pada dunia ini mungkin hanya Jemek Supardi. Pergulatan sekaligus pilihan hidup Jemek Supardi, seolah hanya tercurah pada proses kreatif, teristimewa pada seni pantomim. Jemek bukan seorang yang memiliki kemampuan menjalin kata-kata secara verbal. Namun demikian, ia mahir mengejawantahkan sebuah lakon kehidupan manusia dalam bahasa gerak dan tubuh yang dikenal sebagai pantomim.
Bahkan dalam dunia pantomim yang miskin aktor ini, Jemek berjalan tiada henti. Ia terus berkarya, lengkap dengan sensasi-sensasi yang melengkapi perjalanan berkesenian. Pertunjukannya tidak hanya dilakukan di dalam panggung yang berkesan formal, namun juga di jalanan, kuburan, bahkan dalam kereta api dari Yogyakarta ke Jakarta. ''Bisa saya cuma pantomim. Saya harus setia menjaganya dengan cara terus berpentas. Kapan saja, di mana saja, siapa saja,'' tuturnya. Walaupun usianya sudah mencapai 51 tahun, dia masih piawai merangkai kekonyolan-kekonyolan imaji-kreatifnya.


Sebagai sosok seniman yang memilih dunia pantomim sebagai ruang berproses kreatif, Jemek telah menunjukkan konsistensinya. Setidaknya ia telah mengarungi pergulatan cukup panjang atas dunia pantomim, sejak tahun 1980-an hingga sekarang ini.
Jemek pun menyambut gembira mengenai seni pantomim yang saat ini mendapat tempat di masyarakat dengan banyaknya pementasan-pementasan walaupun hanya sekedar sebagai happening art. Baginya seni pantomim itu suatu seni yang dapat langsung berinteraksi dengan masyarakat dengan kekonyolan-kekonyolan yang diolah secara kreatif tapi tidak terjebak dengan melakukan gerak-gerak melucu.
''Pada dasarnya seni pantomim itu kekonyolannya diciptakan dengan proses kreatif bukan terjebak melakukan gerak-gerak melucu, bahkan membanyol. Penonton tentu saja tertawa, tapi maksud yang hendak dicapai tidaklah mengena,'' ujarnya Jemek.
Jemek maklum bila selama ini ada opini bahwa seni pantomim identik dengan gerak-gerak lucu. Menurut Jemek, opini itu keliru. ''Bukan kelucuan yang jadi esensi pantomim. Pantomim tetap membawa misi tertentu. Kalau ada banyolan atau gerak-gerak komedis, itu lebih bersifat sebagai pendukung keseluruhan gerak,'' jelas seniman pantomim asal Yogyakarta ini.


Hal tersebut ditunjukan Jemek takkala ia mengusung repertoarnya yang bertajuk Dokter Bedah. Pada repertoar ini, rangkaian kekonyolan yang dikembangkan, benar-benar mencapai tataran yang sungguh-sungguh konyol. Bagi Jemek, puncak imaji-kreatif itu terbangun dengan kekonyolan penuh makna ''Kekonyolan dengan dagelan itu lain,'' kata Jemek.

Tidak ada komentar: